Pendahuluan
Seperti di dalam fiqh siyasah
dusturiyah dan fiqh siyasah dauliyah, di dalam fiqh siyasah maliyah
pun pengaturannya diorientasikan untuk kemaslahaan rakyat. Oleh karena itu, di
dalam siyasah maliyah ada huubungan diantara tiga factor, yaitu: rakyat, harta,
dan pemerintah atau kekuasaan.
Dikalangan rakyat ada dua
kelompok besar dalam suatu atau beberapa Negara yang harus bekerjasama dan saling
membantu antar orang-orang kaya dan orang miskin. Di dalam siyasah maliyah
dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk
mengharmonisasikan dua kelompok ini, agar kesenjangan antara orang kaya dan
miskin tidak semakin lebar.
Produksi, distribusi, dan
komsumsi dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta dijabarkan dalam
aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Adalah benar pernyataan
bahwa “hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat
menimbulkan ketidakpastian.
Oleh karena itu, di dalam fiqh
siyasah orang-orang kaya disentuh hatinya untuk mampu bersikap selalu sabar
(ulet), berusaha, dan berdoa mengharap karunia Allah. Kemudian, sebagai wujud
dari kebijakan, di atur di dalam bentuk, zakat, dan infak, yang hukumnya wajib
atau juga di dalam bentuk-bentuk lain seperti wakaf, sedekah, dan penetapan ulil
amri yang tidak bertentangan dengan nash syari’ah, seperti bea cukai (usyur)
dan kharaj.
Isyarat-isyarat Al-Quran dan
Al-Hadits Nabi menunjukkan bahwa agama Islam memiliki kepedulian yang sangat
tinggi kepada orang fakir dan miskin dan kaum mustad’afiin (lemah) pada
umumnya, kepedulian inilahyang harus menjiwai kebijakan penguasa (ulil amri)
agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan.
Orang-orang kaya yang telah
mengeluarkan sebagian kecil dari hartanya yang menjadi hak para fakir dan
miskin harus dilindungi, bahkan didoakan agar hartanya mendapat keberkahan dari
Allah SWT. Sudah tentu bentuk-bentuk perlindungan terhadap orang kaya yang taat
ini akan banyak sekali seperti dilindungi hak miliknya, dan hak-hak
kemanusiannya.
Dalam
tata negara harus ada pengaturan keluar masuknya keuangan yang ditangani oleh
lembaga-lembaga tertentu. Tentunya hal itu bukan sesuatu yang mudah, karena
tidak sedikit pejabat yang berada dalam lembaga ini sering terjerat oleh hukum
seperti Gayus Tambunan. Perlu ada pembenahan kembali dalam menata keuangan
negara. Karena hal ini penting maka penulis akan memaparkan sedikit penjelasan
yang berkaitan dengan keuangan negara dalam bidang fiqih siyasah maliyah.
Pembahasan
1. Pengertian
Secara etimologi siyasah maliah
ialah politik ilmu keuangan, sedangkan secara terminologi siyasah maliah adalah
mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan
kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak individu dan menyia-nyiakannya.1 Jadi,
pendapatan negara dan pengeluarannya harus diatur dengan baik. Karena keuangan
negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam kemaslahatan
masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap ekonomi,
kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk negara
tersebut.
1 Abdullah Muhammad Muhammad al-Qadhi. 1990. Siyasah As-Syar’iyah
baina Al-Nadariyah wa al-Tadbiq. Dar al-Kutub al-Jam’iyah al-hadits. hlm
881
2. Sumber-sumber keuangan
Mengenai sumber pendapatan
negara untuk membiayai segala aspek aktivitas negara, ada beberapa perbedaaan
pendapat:
a.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra’i
war Ra’iyah (Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa
hanya ada dua sumber pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.
b. Sedangkan pendapat Muhammd
Rasyid Ridha, dalam bukunya Al-Wahyu al-Muhammady (wahyu Ilahi kepada
Muhammad), menyatakan bahwa selain zakat dan harta rampasan perang seperti yang
diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya jizyah (pemberian) yang didapatkan
dari golongan minoritas (non muslim) sebagai jaminan kepada mereka, baik
jaminan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda mereka maupun jaminan
hak-hak asasi mereka.
c. Lain halnya dengan Yusuf Qhardawi, ia
menyatakan, selain hal-hal diatas, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan
negara, karena jika hanya ada tiga macam sumber pendapatan negara, dapat
dipastikan pendapatan tersebut tidak mungkin dapat membiayai semua kegiatan
negara, yang makin hari makin luas dan besar.2
2.1. Zakat
2 Abdul Qadir Djaelani. 1995. Negara Ideal: Menurut Konsep Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
hlm 382. 3 http://www.aminazizcenter.com/2009/artikel-62-September-2008-kuliah-fiqh-siyasah-politik-islam.html.
Harta yang wajib dikeluarkan
oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada yang berhak menerimanya.3 Sedangkan
jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah:
a.
Harta benda simpanan
b.
Peternakan
c.
Pertanian
d.
Pertambangan
e.
Perikanan
f.
Perdagangan
g.
Profesi
h. Saham dan obligasi
2.2. Harta rampasan
perang
Rampasan perang mempumyai empat
komponen:
a.
Salab, ialah alat dan perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan pertempuran.
b.
Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain
salab, baik barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak.
c. Al-Fa-i (upeti), ialah harta
yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan damai.
Problem yang timbul dari harta
rampasan perang ini adalah mengenai cara penggunaannya. Menurut ketentuan
hadits, tentara yang melakukan operasional dimedan pertempuran turut
mendapatkan bagian harta rampasan perang tersebut. Ketentuan hadits ini
berlaku, karena tentara (militer) pada zaman Rasulullah SAW. sepenuhnya
bersifat sukarelawan
yang
segala persenjataanya dan perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap tentara yang
bersangkutan, bukan oleh negara. Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga yang
ditinggalkan ditanggung sepenuhnya oleh tentara tersebut. Berebeda dengan
kondisi sekarang, semua pasukan tentara bersifat profesional yang seluruh
persenjataan dan perlengkapan perangnya ditanggung oleh negara. Bahkan untuk
penghidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan ke medan perang pun sepenuhnya mendapat jaminan
gaji dari negara. Lebih jauh dari itu, apabila seorang tentara cacat atau mati
di medan
pertempuran, dia atau keluarganya mendapat jaminan pensiun dari negara.
Karena itu, dengan perbedaan
kondisi antara pasukan tentara Islam pada zaman Rasulullah SAW. dengan kondisi
militer sekarang ini, Sayid Sabiq menyatakan bahwa tentara zaman sekarang ini
tidak berhak mendapatkan harta rampasan perang.4
4 Abdul Qadir Djaelani. Op.Cit. hlm 406-407.
2.3. Jizyah
Upeti yang dikenakan kepada non
Islam sebagai indikasi untuk jaminan terhadap mereka. Baik itu berupa jaminan
yang bersifat keamanan jiwa mereka, harta benda, hak-hak asasi ataupun yang
lainnya.
2.4.Pajak
Ketentuan-ketentuan Syar’i,
baik yang tertuang di dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi SAW. yang mengatur
pajak secara langsung memang tidak ada. Hanya atsar para sahabat yang berbentuk
praktek penyelenggaraan negara yang dilakuakan oleh para Khulafaur Rasyidin,
sejak Khalifah Umar bin Khattab. Itu pun terbatas pada pajak yang wajib
dibayarkan oleh warga negara nonmuslim yang menggarap tanah-tanah negara.
Karena itulah, wajar jika
timbul perbedaan dikalangan ahli hukum Islam di dalam menentukan boleh-tidaknya
pajak sebagai sumber pendapat negara. Untuk itu, ada pendapat yang dismpulkan
oleh Yusuf Qardhawi. Ia menyatakan, “tidak diragukan lagi bahwa mencari hukum
melalui kaidah-kaidah syariat tidak hanya berakhir pada membolehkan pajak
semata-semata, tapi menetapakan kewajiaban serta memungutnya untuk
merealisasikan
kepentiangan
umum dan negara serta guna menolak segala yang membahayakan kepadanya, apabila
sumber-sumber lain yang tidak mencukupinya. Apabila negara Islam modern
dibiarkan tanpa pajak untuk membiayai kegiatannya, dapat dipastikan bahwa dalam
waktu singkat akan hilang kemampuannya. Lambat laun negara akan lemah, lebih-lebih
bila menghadapi ancaman militer dari pihak musuh.
Karena itu, para ulama
mengharuskan mengisi sumber pendapatan negara dengan hasil pajak yang
ditetapkan kewajibannya oleh negara untuk memenuhi keperluannya.5
5 Ibid. hlm 410-411.
3. Pengeluaran keuangan
negara
Tujuan dasar dari pengeluaran
keungan negara adalah untuk memberikannya kepada yang berhak, tidak mencegah
dari yang berhak dan bisa mencegah dari yang batil, tujuan-tujuan ini bisa
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengeluaran hendaknya
kepada yang berhak
Ini merupakan tujuan terpenting
dari pengeluaran keuangan Negara. Telah diketahui bahwa beberapa tempat
pengeluaran Negara yang telah ditentukan oleh syari’at, dan menyerahkan
pengeluaran pemasukan lain kepada ijtihad pemerintah. Lebih utama lagi, tidak
boleh mengeluarkarkan keuangan Negara tersebut terhadap hal-hal yang haram.
b. Melindungi
sumber-sumber keuangan dari pejabat
Penyalahgunaan jabatan
merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai sumber keuangan, karena
bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau kekuatannya untuk memanfaatkan
harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.
c. Menyampaikan hak
kepada orangnya
Sebagaimana Umar ra.yang selalu
mengawasi jalannya pengeluaran agar tidak dikeluarkan kepada orang yang bukan
menjadi haknya, umar juga mengawasi pengeluaran agar orang yang berhak tidak
terhalang untuk mendapatkan haknya. Diantara perkataan beliau yang menunjukkan
perhatiannya terhadap sampainya hak-hak kepada orangnya adalah “tidaklah pada
sebuah bumi umat islam yang bukan budak, kecuali dia mempunyai hak dalam pajak
ini, diberikan atau tidak kepadanya.
Apabila
kamu hidup, pastilah seorang pemimpin akan memberikan haknya sebelum wajahnya
memerah, yaitu dalam memintanya”.
d. Ekonomis dalam
pengeluaran
Sedang-sedang saja dalam
berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu atau golongan.
Berlebih-lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah satu
sebab terbesar kebangkrutan kas negara, merusak ekonomi dan memberhentikan
jalan roda pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari
sebab-sebab yang merusak dari berlebih-lebihan dalam pengeluaran dari baitul
mal. Diantaranya adalah berlebih-lebihan dalam menentukan jumlah gaji para
pegawai. Diantara dalilnya, diriwayatkan bahwa ketika beberapa pegawainya
mendesaknya untuk menambah gaji mereka, maka Umar memberikan kepada mereka
setiap hari satu kambing, kemudian dia berkata, “aku tidak melihat satu desa
yang diambil darinya setiap hari satu kambing, kecuali itu mempercepat
kehancurannya”.
e. Keadilan distribusi
Diantara tujuan dari pengawasan
pengeluaran keuangan negara adalah dengan mencegah apa yang bisa mempengaruhi
keadilan distribusi.
f. Mewujudkan ketercukupan
Para pengawasan adalah untuk memastikan bahwa pengeluaran
bisa mewujudkan ketercukupan, sebagaimana Umar ra. Memerintahkan orang yang
mempunyai kelapangan untuk bersedekah dengan memberikan apa yang bisa mencukupi
orang-orang faqir, dengan kata lain,”apabila kalian member, maka buatlah mereka
cukup”.6
6 Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, 2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al-
Khathab, Jakarta:
khalifa (pustaka al-kautsar Group) hlm 638.
Penutup
1. simpulan
Siyasah maliah adalah mengatur
segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan kemaslahatan
umum tanpa menghilangkan hak induvidu dan menyia-nyiaknnya. Dalam siyasah
maliah ada pemasukan dan pengeluaran keuangan Negara. Pemasukan keuangan Negara
diantaranya adalah:
1.
Zakat
2. Harta rampasan perang
3.
Jizyah
4. Pajak
Sedangkan pengeluaran keuangan
Negara harus tepat sasaran seperti:
1.
Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak
2.
Melindungi sumber keuangan dari pejabat
3.
Menyampaikan hak kepada orangnya
4.
Ekonomis dalam pengeluaran
5.
Keadilan distribusi
6. Mewujudkan ketercukupan.
2. Daftar pustaka
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad.
2003, Fikih Ekonomi Umar bin Al- Khathab, Jakarta: khalifa (pustaka al-kautsar Group).
al-Qadhi, Abdullah Muhammad
Muhammad. 1990. Siyasah As-Syar’iyah baina Al-Nadariyah wa al-Tadbiq.
Dar al-Kutub al-Jam’iyah al-hadits.
Djaelani, Abdul Qadir. 1995. Negara
Ideal: menurut konsep Islam. Surabaya:
PT. Bina Ilmu.
http://www.aminazizcenter.com/2009/artikel-62-September-2008-kuliah-fiqh-siyasah-politik-Islam.html.
Oleh: Muhammad Gufron, As’ad
Badrudin, Umar Faruk
Tibatan eweuh teuing bahan bacaan UAS,lumayan lah ieu oge.
0 komentar:
Posting Komentar